Insecure itu Perlu.

Wednesday, January 20, 2016

Insecure itu perlu.
Benar kah?

Loh, kok saya kedengaran nggak yakin sama judul sendiri, ya.
Ya gitu, namanya juga lagi insecure :))

Begitulah. Belakangan saya ini kayak lagi diganggu sama pikiran sendiri.
Saya insecure atas banyak hal; sebagai orang tua, sebagai istri, sebagai anak, sebagai teman, sebagai pekerja... sebagai diri saya sendiri.



in·se·cureˌinsəˈkyo͝or/adjective1.
(of a person) not confident or assured; uncertain and anxious.
"a top model who is notoriously insecure about her looks"
synonyms:unconfidentuncertainunsuredoubtfulhesitantself-consciousunassertivediffidentunforthcomingshytimidretiringtimorousinhibitedintrovertedMore
2.
(of a thing) not firm or set; unsafe.

Saya bahkan sempat menembak satu pertanyaan ke suami : "Aku udah cukup belum sih buat kamu?"
Pertanyaan paling insecure yang pernah saya lontarkan sepanjang kami bersama hampir lima tahun.
saya insecure sama badan saya sendiri, saya ngerasa terlalu gemuk.
saya insecure sama muka saya sendiri, saya ngerasa bekas jerawat ini mengganggu sekali.
saya insecure sama pekerjaan saya, saya ngerasa nggak bisa melakukan yang terbaik dan harus punya sesuatu yang lebih lagi, melakukan yang lebih lagi.
saya insecure sama pola asuh yang saya terapkan ke anak saya, saya ngerasa kurang becus.
dan sebagainya dan sebagainya.

banyak orang yang saya "tembak" dengan pertanyaan ini.
"menurut lo gue punya bakat nggak sih?" -- kurang insecure apalagi saya atas diri sendiri sampai menyampaikan kalimat itu.

Ada yang menjawab saya memang setengah-setengah. Dalam pekerjaan, dalam apapun yang saya lakukan sehingga hasilnya nggak maksimal.
Ada yang jawab, "nggak kok."
Ada yang jawab, "Cha, udahlah kamu tuh udah cukup banget."
dan jawaban dari suami saya adalah... "Ibu sayang hati hati kufur nikmat yah.."

Mau tau nggak, saya ini.. kenapa bikin novel dulu?
Sebenernya atas dasar saya insecure, bedanya dulu saya akhirnya termotivasi dari sini.
Saya itu dulu ngerasa nggak punya karya apa-apa, karena saya melihat dua orang mantan pacar suami saya sekarang adalah orang dengan karier yang menurut saya cemerlang. Buat saya, mereka berdua perempuan sukses. Saya iri? Nggak, saya termotivasi saat itu karena saya nggak punya apa-apa. Saya cuma anak kuliah yang baru lulus dan lagi pacaran sama anak band.
Kebisaan saya cuma menulis. Menyampaikan sesuatu dengan cukup baik. Udah. Itu aja.
Akhirnya saya tekuni dan jadilah satu novel, satu cerpen yang masuk kompilasi, dan puluhan puisi yang dinikmati banyak orang lewat berbagai media.

Sayangnya sekarang perasaan itu datang lagi.
Sampai tadi, saya bertemu seorang teman. Yang lebih berpengalaman dan pastinya pernah mengalami ini sebelumnya.
Menurut beliau, saya sudah cukup. di umur sekarang, saya punya brand yang sedang saya rintis, menulis artikel fashion dan menjadi seorang blogger yang tulisannya cukup banyak yang baca.
Bagi orang lain itu cukup. Sayangnya buat saya, itu belum juga.
Kata seorang teman lagi, insecure memang perlu agar bisa memotivasi untuk lebih baik lagi. Iya, saya setuju.

Sampai akhirnya, saya menemukan jawaban atas pertanyaan sendiri.
Jangan jangan, saya ini terlalu banyak membandingkan. Kehidupan sendiri dengan kehidupan orang lain, yang kita lihat sendiri sehari-hari atau dengan maya di social media.
kehidupan-kehidupan yang seolah sangat sempurna dengan segala suka citanya, yang padahal kita tidak tahu seperti apa sesungguhnya dibalik itu semua.
Akhirnya saya sadar, bahwa sampai kapanpun dengan membandingkan memang tidak ada habisnya. mengikuti arus yang malah membawa kita hanyut, lalu kehilangan diri sendiri.

pernahkah kalian melempar pertanyaan pada diri sendiri seperti saya sekarang,

jangan jangan kita bukannya kurang bahagia, tapi kita ternyata kurang bersyukur?


Not allowed to copy & paste photo without permission. Copyright of chachathaib . com

You Might Also Like

2 comments

FOLLOW ME