The Story Behind 'Work From Home Mom'
Friday, August 19, 2016
“Waaaah enak
banget bisa kerja dari rumah!”
Inilah kalimat pertama yang seringkali saya dengar dari mulut
lawan bicara jika saya menceritakan tentang apa yang saya kerjakan saat ini
setelah punya anak.
Dianggap
remeh, dianggap yaaa- standarrrr-laaah, atau kadang dianggap luar biasa.
Tapi banyak
juga yang bingung, “bisa ya, ibu-ibu itu bekerja dari rumah?”
Jawaban saya
adalah; bisa banget dong!
Apa sih yang
ngga bisa, kalau kita mau, mampu, dan selalu berusaha? Ya ‘kan?
Awalnya begini, dari sebelum menikah saya memutuskan untuk resign
dari pekerjaan kantoran saya. Bukan, bukan karena diminta calon suami atau
apapun. Ini murni karena keinginan saya sendiri. Karena saya merasa saya tidak
cocok untuk bekerja kantoran. Terus mau ngapain dong?
Ngapain aja,
yang penting menghasilkan.
Akhirnya saya memutuskan untuk serius blogging yang akhirnya mendatangkan banyak klien dan
job buzzing yang alhamduliilah tidak putus hingga sekarang.
Satu bulan
menikah saya ditawari menjadi Fashion Editor untuk sebuah majalah muslim urban.
Saya terima dengan pertimbangan saya hanya datang ke kantor untuk monthly
meeting, sesekali hadir photostoot dan acara dengan anak-anak kantor di luar
pekerjaan. I am beyond happy.
Mengerjakan
apa yang menjadi passion saya, tapi tidak terikat jam kantor yang bagi saya
sangat membosankan dan bikin pusing.
Menunggu kehamilan anak pertama ini hampir satu tahun, karena hari
hari yang lebih banyak di rumah pasti terasanya lama sekali. Sampai suatu hari
hasil test pack menunjukkan dua garis.
Tapi semuanya
masih berjalan seperti biasa, bahkan dua hari setelah pulang dari rumah sakit
setelah melahirkan saya masih bisa menulis artikel untuk salah satu website
kecintaan perempuan kekininian.
Tapi anak
bayi bernama Alana Binar Putri Nugraha ini kan tidak selamanya bayi terus,
ketika saya menulis ini usianya menuju dua tahun di bulan depan. Semakin hari
makin banyak yang bisa dilakukannya, ditanyakan dan dibicarakan. Sampai suatu
ketika saya mulai paham bahwa saya harus mengatur waktu jika ingin bekerja dengan
tenang dari rumah.
Pertama,
yang jelas saya harus mengatur waktu untuk bisa buka laptop dan bekerja.
Waktunya kapan? Saat dia belum bangun tidur malam, saat anak ini tidur siang,
dan saat anak ini baru lelap tidur di malam hari.
Terus saya
istirahatnya kapan?
Yep, di sela
wakti itu saya harus pintar-pintar. Konsisten untuk jaga batasan jam kerja
misalnya, saat anak itu sudah satu jam lelap, saya harus segera selesaikan
pekerjaan saya dan power nap sebentar sebelum si bayi ini bangun.
Kedua, untuk
tetap menjaga mood bahwa saya “sedang bekerja” walaupun dari rumah, saya akan
berpakaian rapi, sedikit dandan dan harus tetap wangi. Believe it or not, itu
menjaga profesionalitas saya dalam menjadi ibu yang bekerja dari rumah.
It’s sounds easy, right?
Tapi dibalik
itu…
Huhft-ness
overload, bok!
Takdir Tuhan
kayaknya, karena saya ibu yang 24/7 ada di rumah, si bayi ini hobinya jelas
sekali; nempel dengan “galon ASI” yang ada di dekatnya. Alhasil, semua yang
sudah saya atur sedemikia rupa seringkali gagal. Misal sudah rapi dan siap
kerja, begitu saya buka laptop, anak bayi yang tadinya sedang lelap atau sedang
asyik main ini bisa tiba tiba “Sadar” bahwa ibunya akan “kabur” sebentar ke
wilayah pekerjaannya. Mulai dengan eheee eheee minta galon ASI atau sekadar “Mau
liat potooo minay!” –mau lihat foto Binar, dirinya sendiri yang ada di laptop
saya.
Yang ada
sebelum kerja saya harus ladeni dulu anak ini, liat liat fotonya di laptop
sampai dia bosan. Kadang pun anak baik ini akan bilang “Ibu mau kerja
ya?”—tentu dengan bahasanya sendiri, tanda dia mengerti dan dia meninggalkan
saya…. Sebentar. Setelah itu dia balik lagi dan “gerecokin” kerjaan saya :))
menghela
napas panjang
begitulah,
,menjadi ibu yang bekerja dari rumah belum tentu less drama loh. Drama tetap
ada dalam beragam bentuk, apalagi kalau anak sedang sakit. Waduh… itu mau
nangis aja rasanya!
But then again, saya rasanya harus
bersyukur karena di luar sana banyak sekali Ibu yang ingin bisa seharian di
rumah bersama anaknya sambil sesekali colongan mengerjakan apa yang mereka
suka.
Banyak
sekali yang “terpaksa” masih kantoran demi roda keuangan rumah tangga, dan
sebagainya.
Dear
mommies, I know and I understand… we all do everything the best that we could.
Kita mengusahakan
yang terbaik, untuk mereka yang tersayang,
Hugs!
Chacha Thaib
Not allowed to copy & paste photo without permission. Copyright of chachathaib . com
1 comments